Rabu, November 18, 2009

Di bulan April...

Jakarta, 1 April… Nama ku Rayhanun, perempuan yang usianya hampir menjelang tiga puluh tahun. Aku bekerja di sebuah stasiun televisi swasta, mengawali karier ku sebagai reporter lalu sekarang aku menjadi membaca berita. Dua tahun terakhir ini karier ku semakin menanjak, selain dedikasi, ada beberapa prestasi yang aku raih. Salah satunya aku terpilih kembali masuk dalam nomonasi award tersebut. Di stasiun televisi tempat ku bekerja, aku juga sedang di promosikan untuk menjadi pimpinan redaksi, ini semua berkat kerja keras dan kegigihan ku untuk meraih semua yang aku inginkan. Banyak orang-orang bilang aku adalah perempuan beruntung, selain karier yang mulai melambung tinggi, dengan wajah manis plus kulit sawo matang. Eksotis. Tubuhku semampai – 170 senti meter, penampilanku lumayan, termasuk ideal untuk ukuran perempuan masa kini. Aku juga memiliki rumah dan kendaraan yang cukup nyaman, aku membelinya dari hasil keringat ku sendiri. Aku perempuan pekerja keras, sejak lulus SMU aku sudah bekerja, berusaha mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya untuk membiayai kuliahku sendiri. Tidak percuma dalam empat tahun ini aku sudah menyelesaikan kuliah dan meraih gelar sarjana komunikasi. Setelah itu barulah aku di terima kerja di stasiun televisi tempat ku bekerja sekarang. Selain bekerja aku juga menyediakan waktu luang untuk mengunjungi anak-anak jalanan. Setiap hari minggu di bawah kolong jembatan aku mengajari mereka, semacam pendidikan gratis . entah kenapa aku merasa semua ilmu yang aku dapat di waktu sekolah mau pun kuliah akan lebih berguna jika aku berbagi ilmu dengan meraka. Semua peruntungan karier ku memang berjalan mulus, tapi tidak untuk urusan percintaan. Boleh percaya atau tidak di usia yang sekarang ini aku belum menemukan pasangan jiwa. Memang saat ini ada satu laki-laki yang suda hampir setahun ini dekat dengan ku. Arga Rahaditya namanya, dia termasuk lelaki T : Tinggi, Tampan dan Terpelajar. Untuk criteria yang ketiga ini memang sudah terbukti. Lulusan S2 komunikasi Wichita State University (WSU), USA. Arga seorang bujang kepal tiga yang berprofesi sebagai wakil direktur stasiun televisi swasta yang baru berdiri empat tahun yang lalu namun nama stasiun televisi tersebut sudah meroket menyaingi stasiun televisi yang sudah lama berdiri. Sebelum Arga tidak ada satu pun yang bisa mendekati ku, boleh di bilang dia yang pertama. Aku memang selalu menutup diri, aku tidak pernah mau mengenal dekat laki-laki mana pun. Kalau pun ada itu hanya sebatas rekan kerja , aku hampir saja membenci laki-laki sebelum akhirnya mengenal Arga. Yang awalnya kami memang berteman, pembawaan Arga diam tapi temannya banyak, selain lugas dalam bertutur, Arga cukup pintar membuat kalimat-kalimat lucu yang mampu membuat orang yang berada dekatnya tertawa. Dia juga di kenal bijak pada bawahannya, selalu menerima masukan yang sifatnya positif. Walaupun hubungan ku dengannya belum genap satu tahun, aku merasa telah begitu dekat mengenalnya. Kami berdua cukup sering makan malam bersama, Arga juga ukup sering mengantarku pulang kerumah. Dari sana Arga selalu bercerita apapun yang sifatnya pribadi, tapi sebaliknya tidak, aku tidak pernah bercerita apa pun padanya. Aku belum bisa berbagi apa pun dengan Arga. Namun entah kenapa aku merasa jatuh cinta pada laki-laki ini, cinta yang pertama kali aku rasakan dan aku tahu Arga juga mencintai aku sejak pertama kali kami bertemu. Ada ketakutan dalam hatiku, apalagi saat Arga membicarakan keseriusan tentang hubungan kami. Dan dia mulai mengenalkan aku dengan keluarga besarnya, mereka cukup menerima aku dengan baik dan tentu saja meraka tahu siapa aku? “ Mbak Rayhanun… Pembaca berita favorit itu kan?” Ujar adik Arga yang bungsu waktu pertama kali bertemu denganku. Tapi lagi-lagi sebaliknya tidak, aku tidak pernah mengenalkan Arga dengan satu pun dari keluargaku. Dia memang sering mengantarku pulang, di rumah aku hanya tinggal dengan satu orang aisten rumah tangga. Arga pun sempat mempertanyakan kapan dirinya akan diperkenalkan pada keluargaku tapi aku selalu bilang semua keluargaku tinggal di kampung dan aku hanya tinggal sendiri di Jakarta. Pada suatu malam Arga datang ke rumah tanpa memberitahuku sebelumnya, dia membawa satu buket mawar putih yang cantik dan cincin berlian yang indah. Kali in Arga benar-benar serius melamarku, memintaku untuk menjadi istrinya, teman hidupnya. Tak ada satu pun kata yang keluar dari mulut ku, saat itu aku hanya ingin pergi, meninggalkan kisah bahagia yang pernah ada dalam hidupku. “Maaf Arga aku tidak bsa menerima ini semua…” Kata ku tiba-tiba, saat Arga bermaksud memakaikan cincin di jari manis ku. “ Tapi kenapa Ray? Aku mencintai kamu, aku ingin berbagi sisa hidup ku dengan mu… aku benar-benar ingin kamu jadi istri ku..” Arga terkejut tapi aku tak bergeming, aku diam tak menyahut. “ Ray… aku benar-benar mencintai kamu dan kamu juga mencintai aku kan?” aku masih tetap diam, ingin rasanya memeluknya dan mengatakan aku sangat ingin menjadi istri mu Arga… Tapi aku tidak bisa. “ Aku mohon Ray… jadilah istriku.” Pintanya memohon. “ Maaf Arga… Tinggalkan aku sendiri… aku hanya ingin sendiri….” “Ray…kamu kenapa?” Arga terlihat tidak percaya atas ucapanku barusan. “Aku mohon Ar… Tinggalkan aku…” Aku mulai mendorong tubuh Arga yang mencoba mendekatiku. “Tapi kenapa? Apa salahku Ray?” “Aku hanya ingin sendiri…. Aku mohon tinggalkan aku sendiri…” Pintaku memohon. Kali ini Arga yang terdiam menatap kosong. Aku tahu dia tidak bisa menerima ini, tapi perlahan dia beranjak meninggalkan aku dan pergi membawa separuh jiwaku. “Oh Tuhan…. Apakah aku berhak bahagia bersama orang yang aku cintai?” Bisik batinku setelah aArga pergi meninggalkan aku. Sukabumi, 02 April Minggu pagi aku berdiri mematung menatap bangunan tua yang sangat aku kenal. Semalam setelah Arga meninggalkan rumah ku, aku langsung berkemas pergi dengan mobil ku menuju Sukabumi, dimana sebagian masa kecilku dihabiskan di kota ini. Dari sinilah aalku, dari bangunan tua yang bernama Panti asuhan Nurun Nisa dan di sinilah keluarga besarku. Di tempat ini pula aku menemukan kasih sayang yang sebenarnya, hampir setiap bulan aku mengunjungi tempat ini, sebagian penghasilan yang aku peroleh aku berikan untuk keperluan anak-anak yang tinggal disini. Dari mulai buku-buku, baju, perlengkapan sekolah, kasih sayang, semua yang aku lakukan untuk panti adalah bentuk rasa terima kasihku, walaupun begitu, tidak banyak orang yang tahu siapa sebenarnya aku, termasuk Arga. Dia tidak pernah tahu kalau aku pernah dibesarkan di Panti Asuhan. “ Hanun…sudah sarapan belum?” Suara Umi Saidah mengejutkan aku. “Umi??” Sahutku. Umi Saidah sudah seperti ibuku sendiri, kasih sayang seorang ibu aku dapat darinya, dulu aku sering menangis dipelukkannya ketika baru tinggal dipanti aku selalu dihantui rasa takut. “ Sarapan dulu, nanti kamu sakit Neng.” “Sebentar Mi… Aku masih ingin duduk disini.” “Ya nanti setelah sarapan kamu boleh duduk lagi disini… atau sarapannya di bawa kesini ya?” “ Ngga Usah Mi… Biar nanti saja…. Aku hanya ingin duduk di sini saja….” “ Sejak kecil kamu memang suka berlama-lama duduk disini, apalagi kalau kamu sedang sedih… Umi tahu, apa pun yang sedang mennggagu pikiran kamu sekarang…. Umi harap kamu bisa menyelesaikannya. Umi tinggal ya, sarapannya jangan lupa!” Ujar Umi Saidah dengan tatapan penuh kasih sayang yang sejenak membuat sejuk hatiku. Dan seketika aku memeluk Umi Saidah, aku menangis dipeluknya. “ Sudah lama sekali kamu tidak seperti ini Neng… jujur saja walau pun Umi merindukan hal ini tapi Umi tidak ingin menyaksikan kamu menangis atau duduk sendiri disini. aku benar-benar menangis. ‘ Umi tahu…pasti hal itu lagi yang buat kamu menangis…Lupakanlah Nak… Lupakan kenangan pahit itu…Jangan biarkan kejadian itu menghantui seluruh hidup mu…” Umi Saidah benar-benar seorang Ibu yang sangat mengerti aku, memahami kesedihanku, ketakutanku, hanya Umi yang buat hatiku tenang, yang menjadikan aku perempuan kuat, yang mendukung keberhasilan karierku selama ini. “Umi… Apa aku pantas bahagia, apa aku pantas di cintai laki-laki?” Kataku sambil terisak. “Hanun anakku… siapa pun pantas mendapatkan kebahagian termasuk kamu… mencintai laki-laki adalah hal wajar bagi setiap perempuan, terlebih pada laki-laki baik dan mencintai kita…” “Tapi Mi… Hanun itu kan….” Umi Saidah mencegahku bicara. “Hanun…kamu cantik, pintar, memiliki karier yang cemerlang dan sudah saatnya menikah… Lupakan masa lalu yang menjadi kenangan pahit dalam hidup mu…Umi rasa kalau laki-laki itu benar-benar mencintai kamu, dia akan menerima kamu apa adanya…Pasti ada laki-laki yang mau menikah untuk masa depan bukan untuk masa lalu…Kamu tidak perlu takut Nak..” Umi Saidah mengusap air mataku. “Apa benar itu Umi?” Tanya ku tidak yakin. “Benar sayang…karena kamu berhak bahagia…” Umi Saidah memelukku erat. Sudah tiga hari aku bermalam dipanti, aku mengambil cuti kerja dan benar-benar ingin merenungkan hidupku, tidak satu pun tahu tentang keberadaanku begitu juga dengan Arga. Handphone yang sudah beberapa hari ini tidak aku aktifkan kembali ku aktifkan. Tidak lama bunyi sms masuk. Sepulah sms masuk dari Arga dan tak satu pun ku balas. Arga menelpon. “Hallo…” “Sayang kamu dimana” Tanya Arga saat ku jawab telponnya. “Arga…Tolong cepat temui aku kalau kamu benar-benar mencintai aku…” “Ya sayang…ke ujung dunia pun aku akan menjemputmu…tunggu aku.” Sebenarnya aku merindukan sosok Arga dan sekarang dia berada disini menatapku dengan penuh Tanya? “Ray… aku merindukanmu.” Arga menyentuh tanganku. “Maafkan aku Arga…. Aku tidak bermaksud menyakiti hatimu, aku hanya ingin kamu tahu siapa aku sebenarnya…” Aku memperhatikannya agak lama, sampai akhirnya dia mengganguk. “Selama ini kamu mencintai aku tanpa tahu kehidupan masa laluku…Aku dibesarkan dipanti asuhan ini, tanpa tahu siapa orang tua ku…” Arga terkejut, matanya membelalak bersembunyi di balik kaca matanya, lalu dia mematikan rokonya yang belum separuh di isapnya. Arga menyandarkan tubuhnya di kursi yang di dudukinya sambil menarik napas panjang. “Apa pun masa lalu kamu…aku tetap mencintai kamu!” Sahutnya pelan tetapi yakin. “Bukan hanya itu Arga… Apa kamu masih mencintai aku kalau ternyata aku sudah tidak perawan lagi?” Aku diam sesaat.. “ Aku sudah kehilangan keperawanananku sejak kecil, aku korban permekosaan. Sebelum tinggal di sini aku hidup di jalanan…saat usia ku menginjak tujuh tahun aku baru di bawa ke panti ini, waktu itu kondisiku sangat memprihatinkan, jiwaku terguncang, pengalaman pahit itu menyisakan trauma, hampir seluruh hidup ku dihantui ketakutan, karena itu aku lebih memilih sendiri, aku memilih tidak pernah menjalani hubungnya dengan laki-laki, aku takut setiap kali aku ingin mencinta laki-laki perasaan takut itu selalu hadir… Tapi di saat aku bertemu kamu…aku berhasil mengatasinya, aku benar-benar mencintaimu tapi ketika kita mulai serius menjalani hubungan ini terlebih kamu menginginkan aku jadi istri mu…perasaan takut itu mulai menghantui lagi…aku takut kamu tidak bisa menerima masa laluku…aku takut kamu akan pergi setelah tahu siapa aku…dari mana asal ku…aku takut….” Aku menangis dihadapannya dan ini yang pertama kali. Selama ini aku tidak pernah memperlihatkan kesedihanku pada Arga. Aku melihat ada kekecewaan yang tepancar di wajahnya setelah mendengar ceritaku. Arga menatapku tajam tak bicara. “Kamu tidak akan pernah mencintai aku lagi kan?” Lanjutku. Kali ini Arga benar-benar terdiam, entah apa ynag ada dipikirannya. Aku beranjak dari kursiku. Arga tidak pernah mencegah atau mengejarku. Aku melihat Arga dari jendela kamar, sepertinya Umi Saidah sedang bicara dengannya. Tapi sesaat kemudian aku melihat mobilnya keluar dari pekarangan panti ssuhan, dia pergi meninggalkan aku di sini, dia tidak mencintai aku lagi. Arga benar-benar pergi dan munkin tidak akan pernah kembali . Sukabumi, 08 April Semalam aku tertidur dalam keheningan, udara dingin membuat tubuhku menggigil, berharap tertidur diselimuti pelukkan hangat, memberikan perlindungan ketenangan dan kenyamanan, seseorang yang tadinya akan memberikan kekuatan hati telah pergi meninggalkan aku. Rasanya Arga begitu berarti buatku namun aku menyadari cinta tidak selalu indah, cinta hanya ada di buku dan puisi tidak di kehidupan nyata. Apalagi untuk seorang Rayhanun, seorang anak yang lahir kedunia tanpa tahu siapa orang tuanya, seorang anak sebatang kara hidup di dunia nestapa. Kebahagian tidak akan pernah menjadi milikku, kini Arga yang menghilang meninggalkan aku. Semenjaka hari itu dia tidak pernah menghubungiku lagi.bagaimana aku harus hidup dengan segala kerinduanku tentangnya? Pagi ini aku putuskan untuk bermain bersama anak-anak dipekarangan, bernyanyi, membacakan cerita, menemani mereka bercanda, tertawa melupakan segala kegundahan hati. “Ray….” Suara itu mengingatkan aku pada Arga. Ternyata itu benar-benar Arga, dia kembali. “Ray…Apa kamu mau punya suami kaya aku?” Tanyanya. Seketika itu aku menghampiri dan memeluknya. “Ya…” Hanya kata itu yang keluar dari mulutku. “Kalau begitu hari ini kita menikah….bulan depan resepsinya.” “Gila kamu ya…Mana mungkin secepat itu?” “Aku memang gila sayang… aku akan gila kalau kamu tidak menikah denganku.” Ujar Arga dengan senyum khas. “Tapi semunya butuh persiapan…harus ada penghulu, wali hakim dan orang tua kamu gimana?” Tiba-tiba Arga menarik tanganku dan membawaku ke ruang tamu panti asuhan. Betapa terkejutnya saat aku berada di sana. “Lihat sayang…mereka semua sudah berada di sini, kita siap menikah sekarang?” Siang itu di bulan April pernikahan aku dengan Arga benar-benar terjadi. Tuhan….ternyata Kau selipkan juga kebahagian untukku. 20.43 Thu 05.04.07 twul

Tidak ada komentar: