Senin, Februari 24, 2014

Tentang pendakian kemarin di Semeru.



Jika di tanya : "Untuk apa mendaki gunung?" Mendaki gunung itu, bukan buat keren-kerenan atau jago-jago'an, tidak ada piala yang diperebutin kalau keindahan yang dicari, apalagi surga tersembunyi, tanyakan saja pada Semeru saat ini Jika ketenangan yang dicari, tanyakan pada "kampung pendaki" di Ranu kumbolo Pendakian, buatku, adalah untuk menemukan nurani kembali, berbicara pada hati.
  
Setiap langkah dalam pendakian, selalu diiringi campur aduknya alam pikiran, beberapa keputusan hidup kadang dibuat disitu. Semua pasti berubah, keindahan dan ketenangan yang kita dapatkan di gunung pasti berubah pula Orang lain sering bertanya juga, 
"apa yg kau cari di gunung , Woel?" 

Di jawab singkat.
 "hati." 

Ketika kita naik gunung, kita bisa menemukan siapa kawan yang sebenarnya, kita bisa menemukan hati dan nurani kita kembali Setiap alasan yang dibuat untuk mendaki, akan menghasilkan sikap yang berbeda pula. Buat orang yang hidupnya sudah punya kemajuan, karena sudah punya rumah, punya mobil, punya jabatan, punya segala tetek bengeknya sampe perutnya pun maju.

Selamat kawan! 

Jujur tidak sedikit pun rasa iri itu ada. Kamu salah kalo menilai kegiatan naik gunung itu ga ada kemajuan. Kalo ga maju-maju, gimana cara sampai puncak gunungnya? :p

Tapi salah kalo naik gunung yang ingin digapai hanya puncaknya saja. berarti kamu belum menemukan apa hakikat dari naik gunung itu sendiri. Saya dapat pelajaran banyak kemarin di Semeru, ini kedua kalinya saya ke Semeru. 

Dari perjalanan saya menuju summits yang dikalahkan oleh mental yang melempem ketika diterpa badai. Bisa saja mengabaikan keselamatan dan nyawa untuk mencapai puncak. Tapi banyak orang bilang puncak gunung tak akan lari di kejar. Maka dengan perasaan campur aduk, jejak kaki menuruni pasir yang menyelimuti hati dengan badai. Menangis sejadi-jadinya saat itu. Puncak gunung yang sesungguhnya saya dapat kan justru di Ranu kumbolo ketinggian 2400 mdpl. 

Pelajaran menolong sesama pendaki di Ranu kumbolo, entah siapa pun korbannya baik cewek atau cowok wajib kita tolong ketika mereka membutuhkan. Pelajaran memungut sampah di sepanjang jalur pendakian, pelajaran menanam bibit pohon cemara di area Ranu kumbolo untuk anak cucu kita nantinya. Hutan adalah masa depan kita. Mendadak jadi volunteer,mendadak di bilang dokter, di bilang ibu perawat.Semata dilakukan untuk membantu sesama yang terkena mountain sickness. 

Dua malam tertahan di Ranu kumbolo karena cuaca buruk tapi jadi bermanfaat membantu mereka yang butuh pertolongan. Dan betapa Pentingnya berbagi dengan sesama. Naik gunung mengajari kita untuk iklas, terkena angin gunung yang sangat dingin, makan seadanya,tidur seadanya. 

Kita belajar hidup seadanya. Intinya naik gunung bukan sekedar jalan-jalan ,rekreasi, mengejar ambisi puncak tapi lebih dari itu yang terpenting adalah proses pendakian itu tersendiri. proses instropeksi diri, bersyukur, menikmati sebuah arti kebersamaan diantara cangkir-cangkir teh yang mulai dingin… 

Diantara kabut-kabut tipis… 

Tenda yang didekap hujan, raga yang di dekap sleepingbag, hati yang di dekap komitmen. Mari mendaki gunung untuk menjaga alam. Biarlah orang lain menganggap hidup sayah dan teman-teman yang suka jalan ke gunung "ga maju-maju" mungkin dia belum mengenal Kang Tarpin yang mendaki gunung sambil jalan mundur :p 

Yang jelas buat saya : "Pekerjaan jangan sampai mengganggu hobby." 


Di tulis Minggu kemarin setelah jalan kaki di padatnya ibukota, sampai kampung kemudian merindu akan ketinggian diatas kabut... 


 RmH keONg http://Takamiyatwul.blogspot.com 

 -Woel-

Tidak ada komentar: